- Pengertian
1.
Efusi pleura adalah akumulasi cairan
yang berlebihan pada rongga pleura, cairan tersebut mengisi ruangan yang
mengelilingi paru.
2.
Efusi Pleura adalah pengumpulan cairan
di dalam rongga pleura. Rongga pleura adalah rongga yang terletak diantara selaput
yang melapisi paru-paru dan rongga dada.
3.
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana
terdapat cairan berlebihan di
rongga pleura, dimana kondisi ini jika dibiarkan akan membahayakan jiwa
penderitanya (John Gibson, MD, 1995,Waspadji Sarwono (1999, 786).
rongga pleura, dimana kondisi ini jika dibiarkan akan membahayakan jiwa
penderitanya (John Gibson, MD, 1995,Waspadji Sarwono (1999, 786).
4.
Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana
terdapat penumpukan cairan
dari dalam kavum pleura diantara pleura parietalis dan pleura viseralis
dapat berupa cairan transudat atau cairan eksudat (Pedoman Diagnosis
danTerapi / UPF ilmu penyakit paru, 1994, 111).
dari dalam kavum pleura diantara pleura parietalis dan pleura viseralis
dapat berupa cairan transudat atau cairan eksudat (Pedoman Diagnosis
danTerapi / UPF ilmu penyakit paru, 1994, 111).
B. Etiologi
Penyebab
efusi pleura biasa
bermacam-macam seperti gagal jantung, adanya neoplasma (carcinoma bronchogenic
dan akibat metastasis tumor yang berasal dari organ lain), tuberculosis paru,
infark paru, trauma, pneumoni, syndrome nefrotik,
hipoalbumin dan lain sebagainya. (Allsagaaf H, Amin M Saleh, 1998, 68). Dalam keadaan normal, cairan pleura
dibentuk dalam jumlah kecil untuk melumasi permukaan pleura (pleura adalah
selaput tipis yang melapisi rongga dada dan membungkus paru-paru). Bisa terjadi 2 jenis efusi yang berbeda:
1.
Efusi pleura transudativa, biasanya
disebabkan oleh suatu kelainan pada tekanan normal di dalam paru-paru. Jenis efusi transudativa yang paling
sering ditemukan adalah gagal jantung kongestif.
2.
Efusi pleura eksudativa terjadi akibat
peradangan pada pleura, yang seringkali disebabkan oleh penyakit paru-paru. Kanker, tuberkulosis dan infeksi paru
lainnya, reaksi obat, asbetosis dan sarkoidosis merupakan beberapa contoh
penyakit yang bisa menyebabkan efusi pleura eksudativa.
Penyebab
lain dari efusi pleura antara
lain: gagal
jantung, kadar
protein darah yang rendah,
sirosis, pneumonia, blastomikosis, koksidioidomikosis, tuberculosis, histoplasmosis, kriptokokosis, abses dibawah diafragma, artritis rematoid, pankreatitis, emboli paru, tumor, lupus eritematosus sistemik, pembedahan jantung, cedera di dada, obat-obatan (hidralazin,
prokainamid, isoniazid, fenitoin, klorpromazin,
nitrofurantoin, bromokriptin,
dantrolen, prokarbazin), pemasangan selang untuk makanan atau selang intravena
yang kurang baik.
- Tanda & Gejala
Manifestasi
klinik efusi pleura akan tergantung dari jumlah cairan yang ada serta tingkat
kompresi paru. Jika jumlah efusinya sedikit (misalnya meliputi perasaan pasien terhadap
penyakitnya, bagaimana cara mengatasinya serta bagaimana perilaku pasien
terhadap tindakan yang dilakukan terhadap dirinya.
1.
Pengkajian Pola Fungsi
a.
Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Adanya
tindakan medis danperawatan di rumah sakit mempengaruhi perubahan persepsi
tentang kesehatan, tapi kadang juga memunculkan persepsi yang salah terhadap
pemeliharaan kesehatan. Kemungkinan
adanya riwayat kebiasaan merokok, minum alcohol dan penggunaan obat-obatan bias
menjadi faktor predisposisi timbulnya penyakit.
b.
Pola nutrisi dan metabolisme
Dalam
pengkajian pola nutrisi dan metabolisme, kita perlu melakukan pengukuran tinggi
badan dan berat badan untuk mengetahui status nutrisi pasien. Perlu ditanyakan kebiasaan makan dan
minum sebelum dan selama MRS pasien dengan effusi pleura akan mengalami
penurunan nafsu makan akibat dari sesak nafas dan penekanan pada struktur
abdomen. Peningkatan metabolisme akan terjadi
akibat proses penyakit. pasien dengan efusi pleura keadaan umumnya lemah.
c.
Pola eliminasi
Dalam
pengkajian pola eliminasi perlu ditanyakan mengenai kebiasaan defekasi sebelum
dan sesudah MRS. Karena
keadaan umum pasien yang lemah, pasien akan lebih banyak bed rest sehingga akan
menimbulkan konstipasi, selain akibat pencernaan pada struktur abdomen menyebabkan penurunan peristaltik otot-otot
tractus degestivus.
d.
Pola aktivitas dan latihan
Akibat
sesak nafas, kebutuhan O2 jaringan akan kurang terpenuhi. Pasien akan cepat mengalami kelelahan
pada aktivitas minimal. Disamping
itu pasien juga akan mengurangi aktivitasnya akibat adanya nyeri dada. Untuk memenuhi kebutuhan ADL nya sebagian
kebutuhan pasien dibantu oleh
perawat dan keluarganya.
e.
Pola tidur dan istirahat
Adanya
nyeri dada, sesak nafas dan peningkatan suhu tubuh akan berpengaruh terhadap
pemenuhan kebutuhan tidur dan istitahat. Selain
itu akibat perubahan kondisi lingkungan dari lingkungan rumah yang tenang ke
lingkungan rumah sakit, dimana banyak orang yang mondar-mandir, berisik dan
lain sebagainya.
f.
Pola hubungan dan peran
Akibat
dari sakitnya, secara langsung pasien akan mengalami perubahan peran, misalkan pasien seorang ibu rumah
tangga, pasien tidak dapat menjalankan fungsinya sebagai seorang ibu yang harus
mengasuh anaknya, mengurus suaminya. Disamping
itu, peran pasien di masyarakat pun
juga mengalami perubahan dan semua itu mempengaruhi hubungan interpersonal
pasien.
g.
Pola persepsi dan konsep diri
Persepsi
pasien terhadap dirinya akan berubah. Pasien
yang tadinya sehat, tiba-tiba mengalami sakit, sesak nafas, nyeri dada. Pasien
mungkin akan beranggapan bahwa penyakitnya adalah penyakit berbahaya dan mematikan. Dalam hal ini pasien mungkin akan
kehilangan gambaran positif terhadap dirinya.
h.
Pola sensori dan kognitif
Fungsi
panca indera pasien tidak mengalami perubahan, demikian juga dengan proses berpikirnya.
i.
Pola reproduksi seksual
Kebutuhan
seksual pasien dalam hal ini hubungan seks intercourse akan terganggu untuk
sementara waktu karena pasien berada di rumah sakit dan kondisi fisiknya masih
lemah.
j.
Pola penanggulangan stress
Bagi
pasien yang belum mengetahui proses penyakitnya akan mengalami stress dan
mungkin pasien akan banyak bertanya pada perawat dan dokter yang merawatnya
atau orang yang mungkin dianggap lebih tahu mengenai
penyakitnya.
k.
Pola tata nilai dan kepercayaan
Sebagai
seorang beragama pasien akan lebih mendekatkan dirinya kepada Tuhan dan menganggap
bahwa penyakitnya ini adalah suatu cobaan dari Tuhan.
D. Pemeriksaan Fisik
1.
Status Kesehatan Umum.
2.
Tingkat kesadaran pasien perlu dikaji,
bagaimana penampilan pasien secara
umum, ekspresi wajah pasien selama dilakukan anamnesa, sikap dan perilaku pasien terhadap petugas, bagaimana mood pasien untuk mengetahui tingkat kecemasan dan ketegangan pasien.
umum, ekspresi wajah pasien selama dilakukan anamnesa, sikap dan perilaku pasien terhadap petugas, bagaimana mood pasien untuk mengetahui tingkat kecemasan dan ketegangan pasien.
3.
Perlu juga dilakukan pengukuran tinggi
badan berat badan pasien.
4.
Sistem Respirasi
Pada
pasien efusi pleura bentuk hemithorax yang sakit mencembung, iga mendatar,
ruang antar iga melebar, pergerakan pernafasan menurun. Pendorongan mediastinum
ke arah hemithorax kontra lateral yang diketahui dari posisi trakhea dan ictus
kordis. RR cenderung meningkat dan Px biasanya dyspneu. Fremitus tokal menurun terutama untuk efusi
pleura yang jumlah cairannya > 250 cc. Disamping itu pada palpasi juga
ditemukan pergerakan dinding dada yang tertinggal pada dada yang sakit. Suara perkusi redup sampai pekak
tegantung jumlah cairannya. Bila cairannya tidak mengisi penuh rongga pleura,
maka akan terdapat batas atas cairan berupa garis lengkung dengan ujung lateral
atas ke medical penderita dalam posisi duduk. Garis ini disebut garis
Ellis-Damoisseaux. Garis ini paling jelas di bagian depan dada, kurang jelas di
punggung. Auskultasi Suara
nafas menurun sampai menghilang. Pada posisi duduk cairan makin ke atas makin
tipis, dan dibaliknya ada kompresi atelektasis dari parenkian paru, mungkin
saja akan ditemukan tanda tanda auskultasi dari atelektasis kompresi di sekitar
batas atas cairan. Ditambah
lagi dengan tanda i – e artinya bila penderita diminta mengucapkan kata-kata i
maka akan terdengar suara e sengau, yang disebut egofoni (Alsagaf H, Ida Bagus,
Widjaya Adjis, Mukty Abdol, 1994,79).
5.
Sistem Cardiovasculer
Pada
inspeksi perlu diperhatikan letak ictus cordis, normal berada pada ICS – 5 pada
linea medio claviculaus kiri selebar 1 cm. Pemeriksaan ini bertujuan untuk
mengetahui ada tidaknya pembesaran jantung. Palpasi
untuk menghitung frekuensi jantung (health rate) dan harus diperhatikan
kedalaman dan teratur tidaknya denyut jantung, perlu juga memeriksa adanya
thrill yaitu getaran ictus cordis. Perkusi
untuk menentukan batas jantung dimana daerah jantung terdengar pekak. Hal ini
bertujuan untuk menentukan adakah pembesaran jantung atau ventrikel kiri. Auskultasi untuk menentukan suara
jantung I dan II tunggal atau gallop dan adakah bunyi jantung III yang merupakan
gejala payah jantung serta adakah
murmur yang menunjukkan adanya peningkatan arus turbulensi darah.
6.
Sistem Pencernaan
Pada
inspeksi perlu diperhatikan, apakah abdomen membuncit atau datar, tepi perut
menonjol atau tidak, umbilicus menonjol atau tidak, selain itu juga perlu di
inspeksi ada tidaknya benjolan-benjolan atau massa. Auskultasi untuk mendengarkan suara
peristaltik usus dimana nilai normalnya
5-35 kali permenit. Pada palpasi perlu juga diperhatikan, adakah nyeri tekan abdomen, adakah massa (tumor, feces), turgor kulit perut untuk mengetahui derajat hidrasi pasien, apakah hepar teraba, juga apakah lien teraba. Perkusi abdomen normal tympani, adanya massa padat atau cairan akan menimbulkan suara pekak (hepar, asites, vesika urinarta, tumor).
5-35 kali permenit. Pada palpasi perlu juga diperhatikan, adakah nyeri tekan abdomen, adakah massa (tumor, feces), turgor kulit perut untuk mengetahui derajat hidrasi pasien, apakah hepar teraba, juga apakah lien teraba. Perkusi abdomen normal tympani, adanya massa padat atau cairan akan menimbulkan suara pekak (hepar, asites, vesika urinarta, tumor).
7.
Sistem Neurologis
Pada
inspeksi tingkat kesadaran perlu dikaji disamping
juga diperlukan pemeriksaan GCS. Adakah composmentis atau somnolen atau comma. Pemeriksaan refleks patologis dan
refleks fisiologisnya. Selain
itu fungsi-fungsi sensoris juga perlu dikaji seperti pendengaran, penglihatan, penciuman, perabaan
dan pengecapan..
8.
Sistem Muskuloskeletal
Pada
inspeksi perlu diperhatikan adakah edema peritibial • Palpasi pada kedua
ekstremetas untuk mengetahui tingkat perfusi perifer serta dengan pemerikasaan capillary refil time. Dengan inspeksi dan palpasi dilakukan
pemeriksaan kekuatan otot kemudian dibandingkan antara kiri dan kanan.
9.
Sistem Integumen
Inspeksi
mengenai keadaan umum kulit higiene, warna ada tidaknya lesi pada kulit, pada
Px dengan effuse biasanya akan tampak cyanosis akibat adanya kegagalan sistem
transport O2. Pada palpasi
perlu diperiksa mengenai kehangatan kulit (dingin, hangat, demam). Kemudian
texture kulit (halus-lunak-kasar) serta turgor kulit
untuk mengetahui derajat hidrasi seseorang.
E. Pemeriksaan Penunjang
1.
Pemeriksaan laboratorium:
a.
Darah lengkap dan kimia darah
b.
Bakteriologis
c.
Analisis cairan pleura.
d.
Pemeriksaan radiologis.
e.
Biopsi
F. Diagnosa Keperawatan
1.
Ketidakefektifan pola pernafasan
berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap penumpukkan
cairan dalam rongga pleura (Susan Martin Tucleer, dkk, 1998).
2.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan peningkatan metabolisme tubuh, penurunan nafsu makan
akibat sesak nafas sekunder terhadap penekanan
struktur abdomen (Barbara Engram, 1993).
3.
Cemas berhubungan dengan adanya ancaman
kematian yang dibayangkan (ketidakmampuan untuk bernafas).
4.
Gangguan pola tidur berhubungan dengan
batuk yang menetap dan sesak nafas serta perubahan suasana lingkungan
Defisit perawatan diri berhubungan dengan
keletihan (keadaan fisik yang lemah).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar