Selasa, 24 Mei 2011

ASUHAN KEPERAWATAN Mielomeningokel (Mylomeningocele)

A.    PENGERTIAN
Mylomeningocele adalah kelainan spinal bawaan kompleks yang menyebabkan perubahan tingkat cacat otot spinal atau melodysplasia. (Article,  April, 2006)
Myelomeningocele adalah suatu  kerusakan kongenital yang terjadi di saluran sum-sum tulang belakang dan tulang punggung akibat dari tidak tertutup sebelum lahir. Kondisi ini termasuk kondisi dari spina bifida. (Artikel Kesehatan, Maret, 2008)
Mielomeningokel menggambarkan bentuk disrafisme yang paling berat yang melibatkan kolumna vertebralis dan terjad idengan insiden sekitar 1/1000 kelahiran hidup.


Meningokel adalah penonjolan dari pembungkus medulla spinalis melalui spina bifida dan terlihat sebagai benjolan pada permukaan. Pembengkakan kistis ini ditutupi oleh kulit yang sangat tipis. Pada kasus tertentu kelainan ini dapat dikoreksi dengan pembedahan. Pembedahan terdiri dari insisi meningokel dan penutupan dura meter.Kemudian kulit diatas cacat ditutup. Hidrosefalus kemungkinan merupakan komplikasi yang memerlukan drainase. (Prinsip
Keperawatan Pediatric, Rosa M. sachrin. Hal-283)
Meningokel merupakan kelainan kongenital SSP yang paling sering terjadi. Biasanya terletak di garis tengah. Meningokel biasanya terdapat di daerah servikal atau daerah torakal sebelah atas.Kantong hanya berisi selaput otak, sedangkan korda tetap dalam korda spinalis (dalam durameter tidak terdapat saraf). Tidak terdapat gangguan sensorik dan motorik. Bayi akan menjadi normal sesudah operasi. (IKA-FKUI. Hal-1136)
Spina bifida dimanifestasikan pada hampir semua kasus disrafisme spinal yang merupakan terminologi untuk kelompok kelainan spinal yang umumnya menunjukkan ketidaksempurnaan menutupnya jaringan mesenkim, tulang dan saraf di garis tengah. . (Buku Ajar Neurologi Anak. Hal-144) Pembagian disrafisme spinal antara lain:
1.      Spina bifida okulta
Defek terdapat pada arkus vertebrata tanpa herniasi jaringan.
2.       Meningokel spinalis
Defek pada durameter dan arkus spinalis. Herniasi jaringan saraf spinalis
atau sebagian medulla spinalis.
3.       Meningomielokel
Kantung herniasi terdiri dari leptomeningen, cairan, jaringan saraf berupa
serabut spinalis atau sebagian medulla spinalis
4.      Mielomeningosistokel
Kantung terdiri dari leptomeningen, cairan cerebrospinal, serabut saraf yang
membenntuk kista berisi cairan yang berhubungan dengan kanalis sentralis.
5.      Rakiskisis spinal lengkap
Tulang belakang terbuka seluruhnya


B.     ANFIS
 
Untuk memperkuat dan menunjang tugas tulang belakang dalam menyangga berat badan, maka tulang belakang di perkuat oleh otot dan ligament , antara lain :
Ligament :
1. Ligament Intersegmental ( menghubungkan seluruh panjang tulang belakang dari ujung ke ujung ) :
a. Ligament Longitudinalis Anterior
b. Ligament Longitudinalis Posterior
c. Ligament praspinosum
2. Ligament Intrasegmental ( Menghubungkan satu ruas tulang belakang ke ruas yang berdekatan )
a. Ligamentum Intertransversum
b. Ligamentum flavum
c. Ligamentum Interspinosum
3. Ligamentum – ligamentum yang memperkuat hubungan di antara tulang occipitalis dengan vertebra CI dengan C2, dan ligamentum sacroilliaca di antara tulang sacrum dengan tulang pinggul
Otot – otot :
1. Otot – otot dinding perut
2. Otot – otot extensor tulang punggung
3. Otot gluteus maximus
4. Otot Flexor paha ( illopsoas )
5. Otot hamstrings

C.    ETIOLOGI
Penyebab mielomeningokel tidak diketahui secara pasti, namun sebagaimana halnya semua defek penutupan tuba neuralis, ada predisposisi genetik, antara lain sebagai berikut ;
·         Resiko berulang setelah seseorang terkena meningkat dari 3-4 % dan meningkat sampai sekitar 10% pada dua kehamilan abnormal sebelumnya.
·         Faktor nutrisi dan lingkungan.
·         Faktor maternal.
Kejadian mielomeningokel kira-kira 75 % dari seluruh penyebab spina bifida dan perbandingannya adalah 1: 800 kelahiran hidup.

D.    PATOFISIOLOGI
Cacat pembuluh neural adalah hasil proses teratogenic yang menyebabkan kerusakan penutupan dan perbedaan abnormal pembuluh neural embrio selama empat mingu pertama usia kehamilan. Keadaan kerusakan pembuluh neural adalah anencephaly dan myelomeningocele. Anencephaly dihasilkan dari kerusakan penutupan anencephaly arirostral akhir pembuluh neural, hasil formasi inkomplit otak dan tengkorak. Myelomeningocele dihasilkan dari kerusakan penutup caudal akhir pembuluh neural, dihasilkan pada pembukaan luka atau kantong yang berisi otot spinal dysplastic, akar syaraf, tulang belakang punggung, dan kulit. Tingkat anatomik kantong myelomeningocele kira-kira berhubungan dengan neurologi, motorik dan defisit sensor pasien.
Myelomeningocele sering terjadi dengan bawaan anomalis sistem ganda. Kelompok anomalis biasanya bermuka pucat, malformasi hati, dan anomalis sistem pencernaan. Anomali saluran kemih, seperti gagal ginjal atau tidak terbentuknya saluran kencing, kemungkinan meningkatkan mordibitas dalam adanya disfungsi kandung kemih neurogenic.



E.     TANDA DAN GELAJA
Gejalanya dapat berupa :
1.      Penonjolan seperti kantung di punggung tengah sampai bawah pada bayi baru lahir
2.      Jika disinari, kantung tersebut tidak tembus cahaya
3.      Kelumpuhan / kelemahan pada pinggul, tungkai atau kaki
4.      Penurunan sensasi
5.      Inkontinensia urin maupun inkontinansia alvi
6.      Korda spinalis yang terkena rentan terhadap infeksi (meningitis)
7.      Seberkas rambut pada daerah sakral (panggul bagian belakang)
8.      Lekukan pada daerah sakrum
F.      
KOMPLIKASI
Komplikasi myelomeningocele dapat diklasifikasikan secara umum ke dalam 4 kategori umum, yaitu
  1. Neurologic, seperti hidrosefalus, radang selaput otak/meningitis dsb
  2. Orthopedic, seperti kelemahan atau kelumpuhan kaki permanen
  3. Urologic, hilangnya kendali VU.
  4. Gastrointestinal.
Komplikasi yang mungkin terjadi secara umum adalah :6
1) Hidrosefalus ( 80-90 %)
2) Meningitis
3) Hidrosiringomielia
4) Intraspinal tumor
5) Kiposkoliosis
6) Kelemahan permanen atau paralisis pada ekstermitas bawah
7) Serebral palsy Disfungsi batang otak
9) Infeksi pada sistem organ lain
10) Sindroma Arnold-Chiari
11) Gangguan pertumbuhan

G.    TEST DIAGNOSTIK
ü  USG (ultrasonografi)
ü  MRI
ü  CT-Scan
ü  Radiographi
ü  Cystogram
ü  Penilaian maternal serum alpha-fetoprotein ( AFP)

H.    KLASIFIKASI
Spina bifida digolongkan sebagai berikut :

1. Spina Bifida Okulta
Bentuk ini merupakan spina bifida yang paling ringan. Kelainan seperti ini biasanya terdapat didaerah sacrolumbal, sebagian besar ditutupi oleh kulit dan tidak tampak dari luar kecuali adanya segumpal kecil rambut diatas daerah yang dihinggapi. Pada keadaan seperti ini medula spinalis dan saraf-saraf biasanya normal dan gejala-gejala neurologik tidak ditemukan. Spina Bifida Okulta sering didiagnosis secara tidak sengaja saat seseorang mengalami pemeriksaan X-ray atau MRI untuk alasan yang lain. Pada neural tube defek (NTD) jenis ini, tidak terjadi herniasi dari menings melalui defek pada vertebra. Lesi yang terbentuk terselubung atau tersembunyi di bawah kulit. Pada tipe ini juga tidak disertai dengan hidrosefalus dan malformasi Chiari II.
Seringkali lesi pada kulit berupa hairy patch, sinus dermal, dimple, hemangioma atau lipoma dan kadang-kadang timbul gangguan neurologik pada regio torakal, lumbal, dan sakral. Pada masa pertumbuhan anak-anak dapat pula ditemukan paralisis spastik yang ringan.
Deteksi dini pada spina bifida okulta sangatlah penting mengingat bahwa fungsi neurologis hanya dapat dipertahankan dengan tindakan intervensi bedah secara dini dan tepat
Kelompok ini mencakup kelainan-kelainan : lipoma spinal, sinus dermal, lipomielomeningokel, diastematomielia, hipertrofi filum terminale dan meningokel sakral anterior.
a.       Lipoma spinal
Perkembangan embriologis lipoma spinal tidak diketahui secara terperinci. Pada kasus–kasus ini, elemen spinal normal tetap ada namun lokasinya abnormal. Lipoma spinal adalah keadaan di mana terdapat jaringan lemak yang masuk di dalam jaringan saraf, sehingga terjadi kerusakan dan mengakibatkan disfungsi neurologis.
Pada umumnya tidak ada kelainan neurologis, tetapi kadang terjadi, karena dengan bertambahnya usia, lipoma akan membesar dan menekan sistem saraf. Lipoma seperti ini dapat berupa lipomeningomielokel atau melekat pada meningomielokel. Pemeriksaan radiologik dilakukan seperti pada meningokel.
b.      Sinus dermal
Sinus dermal merupakan lubang terowongan (traktus) di bawah kulit mulai dari epidermis menuju lapisan dalam, menembus duramater dan sampai ke rongga subarakhnoid. Tampilan luarnya berupa lesung atau dimpel kulit yang kadang mengandung sejumput rambut di permukaannya dan kebanyakan di daerah lumbal. Biasanya kelainan ini asimptomatik, namun bila menembus duramater, sering menimbulkan meningitis rekuren. (6)
c.       Lipomielomeningokel
Lipomielomeningokel sering kali terdeteksi sebagai suatu gumpalan lemak pada bagian belakang tubuh terutama di daerah lumbo-sakral. Kelainan ini kerap dikaitkan sebagai deformitas kosmetik, namun sebenarnya ia merupakan suatu kompleks anomali kongenital yang bukan hanya terdiri dari infiltrasi perlemakan jaringan saraf saja, tetapi juga mengandung meningokel atau meningomielokel yang besar. (6)
d.      Diastematomielia
Diastematomielia merupakan salah satu manifestasi disrafisme spinal yang jarang terjadi dan terdiri atas komponen-komponen :
ü  Terbelahnya medula spinalis menjadi dua hemikord. Duramater dapat tetap satu atau membentuk septa.
ü   Ada tulang rawan yang menonjol dari korpus vertebra dan membelah kedua hemikord diatas.
ü   Lokasi diastematomielia biasanya di daerah toraks atau torako-lumbar, dan juga biasanya ada abnormalitas vertebra (hemivertebra). Ciri khas dari kelainan ini adalah adanya sejumput rambut dari daerah yang ada diastematomielia.

2. Spina Bifida Sistika (Aperta)
a. Meningokel
Spina bifida jenis ini mengalami simpel herniasi dari menings melalui defek pada vertebra. Korda spinalis dan akar saraf tidak ikut mengalami herniasi melalui bagian dorsal dari dural sac. Lesi yang timbul pada meningokel sangat penting untuk dibedakan dengan mielomeningokel karena penanganan dan prognosisnya sangat berbeda. Bayi yang lahir dengan meningokel biasanya pada pemeriksaan fisis memberikan gambaran yang normal. Bayi yang lahir dengan meningokel tidak memiliki malformasi neurologik seperti hidrosefalus dan Chiari II. Jenis ini merupakan bentuk yang jarang terjadi.
b. Mielomeningokel
Mielomeningokel adalah keadaan di mana terjadi herniasi korda spinalis dan akar saraf membentuk kantung yang juga berisi menings. Kantung ini berprotrusi melalui vertebra dan defek muskulokutaneus. Korda spinalis sering berakhir pada kantung ini dan terbuka keluar disertai ekspose dari kanalis sentralis. Pembukaan dari struktur saraf tersebut disebut neural placode. NTD tipe ini adalah bentuk yang paling sering terjadi. Gangguan neurologis seperti hidrosefalus dan malformasi Chiari II seringkali menyertai mielomeningokel. Sebagai tambahan, mielomeningokel memiliki insidens yang tinggi sehubungan dengan malformasi intestinal, jantung, dan esofagus, dan juga anomali ginjal dan urogenital. Bayi yang lahir dengan mielomeningokel memiliki orthopedic anomalies pada extremitas bawah dan anomali pada urogenital melalui keterlibatan akar saraf pada regio sakral. (12)
Tampak benjolan digaris tengah sepanjang tulang belakang. Kebanyakan mielomenigokel berbentuk oval dengan sumbu panjangnya berorientasi vertikal. Lokasi terbanyak adalah di daerah torakolumbal dan frekuensi makin berkurang kearah distal. Kadang mielomeningokel disertai defek kulit atau permukaan yang hanya dilapisi oleh selaput tipis. Kelainan neorologik bergantung pada tingkat, letak, luas dan isi kelainan tersebut, karena itu dapat berupa paraplegia, paraparesis, monoparesis, inkotinensia urin dan alvi, gangguan sensorik serta gangguan refleks.


I.       PROGNOSIS
Mielomeningokel adalah penonjolan meninges dan sebagian medulla spinalis, selain kantong berisi CSS. Daerah lumbal atau lumbosakral terdapat pada 42% kasus; torakolumna pada 27 kasus, sacral 21% kasus; dan torakal atau servikal pada 10% kasus. Bayi dengan mielomeningokel mudah terkena cedera selama proses kelahiran. Hidrosefalus terdapat pada hampir semua anak yang menderita spina bifida (85% sampai 90%);kira-kira 60% sampai 70% tersebut memiliki IQ normal.

J.      EPIDEMOLOGI
Mielomeningokel merupakan kelainan kongenital yang di bawah sejak lahir, yang sering berhubungan dengan hidrosefalus.4 Secara umum, angka kejadian meningohidromielokel di negara Asia termasuk Indonesia berkisar antara 0,1-0,3 per 1000 bayi lahir hidup, sedangkan di negara Eropa dan Amerika Utara berkisar antara 1-2,5 per 1000 bayi lahir hidup.

K.    PENCEGAHAN
Pencegahan yang dapat dilakukan untuk menghindari terjadinya penyakit spina bifida khususnya meningohydromielokel adalah:
1) Resiko terjadinya spina bifida bisa dikurangi dengan mengkonsumsi asam folat.
2) Kekurangan asam folat pada seorang wanita harus dikoreksi sebelum wanita tersebut hamil, karena kelainan ini terjadi sangat dini.
3) Kepada wanita yang berencana untuk hamil dianjurkan untuk mengkonsumsi asam folat sebanyak 0,4 mg/hari. Kebutuhan asam folat pada wanita hamil adalah 1 mg/hari.




L.     PENATALAKSANAAN
Pembedahan mielomeningokel dilakukan pada periode neonatal untuk mencegah rupture. Perbaikan dengan pembedahan pada lesi spinal dan pirau CSS pada bayi hidrosefalus dilakukan pada saat kelahiran. Pencangkokan kulit diperlakukan bila lesinya besar. Antibiotic profilaktik diberikan untuk mencegah meningitis. Intervensi keperawatan yang dilakukan tergantung ada tidaknya disfungsi dan berat ringannya disfungsi tersebut pada berbagai system tubuh.

·         Untuk spina bifida okulta atau maningokel tidak diperlukan pengobatan
·         Perbaikan mielomeningokel, dan kadang-kadang meningokel, secara bedah  diperlukan
·         Apabila dilakukan perbedahan secara bedah, maka perlu dipasang suatu pirau (shunt) untuk memungkinkan drainase CSS dan mencegah timbulnya hidrosefalus dan peningkatan tekanan intrakranium
·         Seksio sesarae terencana, sebelum melahirkan, dapat mengurangi  kerusakan neurologis yang terjadi pada bayi dengan defek korda spinalis
















M.   ASUHAN KEPERAWATAN
  1. Aktivitas istirahat
Tanda              : kelumpuhan otot.
Kelemahan umum/kelemahan otot (trauma dan adanya kompresi saraf)
2.      Sirkulasi
Tanda : Berdebar-debar, pusing saat melakukan perubahan posisi saat bergerak
Hipotensi, hepertensi postural, bradikardi, ekstrimitas dingin dan pucat. Hilangnya keringat pada daerah yang terkena.
3.      Eliminasi
Tanda              : Inkontinensia defekasi dan berkemih.
Retensi urine. Distensi abdomen, peristaltik usus hilang.
4.      Makanan/cairan
Tanda              : Mengalami distensi abdomen, peristaltik usus hilang.
5.      Higiene
Tanda              : Sangat ketergantungan dlam melakukan aktivitas sehari-hari (bervariasi)
6.      Neurosensori
Gejala              : Kesemutasn, rasa terbakar pada lengan/kaki, paralisis     flaksis/spastisitas dapat terjadi saat syok spinal teratasi
Tanda              : kelumpuhan, kelemahan .
Kehilangan sensasi
Kehilangan refleks/refleks asimetris termasuk tendon dalam
7.      Nyeri /ketidaknyamanan
Gejala              : nyeri tekan otot,
Tanda              : mengalami deformitas, postur, nyeri tekan vertebral.
8.      Pernapasan
Gejala              : napas pendek, sulit bernapas.
Tanda              : pernapasan dangkal/labored, periode awpneu, penurunan bunyi napas, ronki, pucat, sianosis.
9.      Keamanan
Gejala              : suhu yang berfluktuasi (suhu tubuuh diambil pada suhu kamar)

DIAGNOSA
  1. Resiko pola nafas tidak efektif b/d kerusakan persarafan dari diafragma (lesi pada nervus spinal)
  2. Perubahan eliminasi urinarius b/d gangguan dalam persyarafan kandung kemih.
  3. Kerusakan integritas kulit b/d adanya edema atau tekanan

Intervensi
  1. Resiko pola nafas tidak efektif b/d kerusakan persarafan dari diafragma
Tujuan             : Mempertahankan ventilasi adekuat dibuktikannya dengan tidak adanya distres pernapasan dan GDA dalam batas yang tidak diterima
Kriteria hasil    : pasien dapat bernapas baik, dan lancar
Intervensi
  1. Pertahankan jalan napas, dengan posisi kepala lebih tinggi dari tenpat tidur
R : Memudahkan dan mempertahankan jalan napas
  1. Kaji fungsi pernapasan dengan mengintruksikan pasien dengan napas dalam.
R : trauma pad C1-C2 menyebabkan hilangnya fungsi pernapasan secara menyeluruh. Trauma C4-C5 mengakibatkan hilangnya fungsi pernapasan yang bervariasi. Traquma dibawah C6-C7 tidak mengganggu otot pernapasan tetapi berpengwaruh pada kelemahan otot interkostal.
  1. Auskultasi suara napas
R : kemungkinan terjadinya komplikasi hiperventilasi
  1. Perubahan eliminasi urinarius b/d gangguan dalam persyarafan kandung kemih.
Tujuan             : mengungkapkan pemahaman tentang kondisi
Kriteria hasil   : dapat mempertahankan keseimbangan, haluaran dengan urine jernih
Intervensi
  1. Kaji pola berkemih seperti frekuensi, jumlahnya
R : mengidentifikasi fungsi kandung kemih
  1. Palpasi adanya distensi kandung kemih dan observasi pengeluaran urine
R : disfungsi kandung kemih bervariasi,
  1. Lakukan perawatan kateter bila perlu
R : menurunkan resiko terjadinya iritasi kulit/kerusakan kulit atau infeksi keatas menuju ginjal
  1. Kerusakan integritas kulit b/d adanya edema atau tekanan
Tujuan             : mengidentifikasi faktor resiko individual
Kriteria hasil    : dapat memahami kebutuhan tindakan
Intervensi
  1. Inspeksi seluruh area kulit, catat pengisian kapiler
R : kulit biasanya cenderung rusak karena perubahan sirkulasi perifer.
  1. Lakukan masase dan lubrikasi pada kulit .
R : meningkatkan sirkulasi dan melindungi permukaan kulit.
  1. Bersihkan dan keringkan kulit
R : mengurangi dan mencegah terjadinya iritasi pada kulit

Tidak ada komentar:

Posting Komentar