Selasa, 07 Juni 2011

ASUHAN KEPERAWATAN FIBRIS


A.    PENGERTIAN
a). Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada saat suhu meningkat disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.
b). Kejang adalah pembebasan listrik yang tidak terkontrol dari sel syaraf cortex serebral yang ditandai dengan serangan yang tiba – tiba (marillyn, doengoes. 1999 : 252)
c). Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi kenaikan suhu tubuh (suhu rectal diatas 380 C yang di sebab proses ekstrakranium). Sering terjadi pada anak umur 6 bulan sampai 4 tahun.

B.     ANATOMI FISIOLOGI
Sel Saraf (Neuron)Merupakan sel tubuh yang berfungsi mencetuskan dan menghantarkan impuls listrik. Neuron merupakan unit dasar dan fungsional sistem saraf yang mempunyai sifat exitability artinya siap memberi respon saat terstimulasi. Satu sel saraf mempunyai badan sel  disebut soma yang mempunyai satu atau lebih tonjolan disebut dendrit. Tonjolan-tonjolan ini keluar dari sitoplasma sel saraf. Satu dari dua ekspansi yang sangat panjang disebut akson. Serat saraf adalah akson dari satu neuron. Dendrit dan badan sel saraf berfungsi sebagai pencetus impuls sedangkan akson berfungsi sebagai pembawa impuls. Sel-sel saraf membentuk mata rantai yang panjang dari perifer ke pusat dan sebaliknya, dengan demikian impuls dihantarkan secara berantai dari satu neuron ke neuron lainnya. Tempat dimana terjadi kontak antara satu neuron ke neuron lainnya disebut sinaps. Pengahantaran impuls dari satu neuron ke neuron lainnya berlangsung dengan perantaran zat kimia yang disebut neurotransmitter
Cerebrum 
Terdiri dari dua belahan yang disebut hemispherium cerebri dan keduanya dipisahkan oleh fisura longitudinalis. Hemisperium cerebri  terbagi menjadi hemisper kanan dan kiri. Hemisper kanan dan kiri ini dihubungkan oleh bangunan yang disebut corpus callosum. Hemisper cerebri dibagi menjadi lobus-lobus yang diberi nama sesuai dengan tulang diatasnya, yaitu:
1.      Lobus frontalis, bagian cerebrum yang berada dibawah tulang frontalis
2.      Lobus parietalis, bagian cerebrum yang berada dibawah tulang parietalis
3.      Lobus occipitalis, bagian cerebrum yang berada dibawah tulang occipitalis
4.      Lobus temporalis, bagian cerebrum yang berada dibawah tulang temporalis

Cerebelum  (Otak Kecil)
Terletak di bagian belakang kranium menempati fosa cerebri posterior di bawah lapisan durameter Tentorium Cerebelli. Di bagian depannya terdapat batang otak. Berat cerebellum sekitar 150 gr atau 8-8% dari berat batang otak seluruhnya. Cerebellum dapat dibagi menjadi hemisper cerebelli kanan dan kiri yang dipisahkan oleh vermis. Fungsi cerebellum pada umumnya adalah mengkoordinasikan gerakan-gerakan otot sehingga gerakan dapat terlaksana dengan sempurna.

C.    ETIOLOGI
Penyebab dari kejang demam dibagi menjadi 6 kelompok, yaitu :
1. Obat – obatan
racun, alkhohol, obat yang diminum berlebihan
2. Ketidak seimbangan kimiawi
hiperkalemia. Hipoglikemia dan asidosis
3. Demam
paling sering terjadi pada anak balita
4. Patologis otak
akibat dari cidera kepala, trauma, infeksi, peningkatan tik
5. Eklampsia
hipertensi prenatal, toksemia gravidarum
6. Idiopatik
penyebab tidak diketahui

D.    PATOFISIOLOGI
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membrane yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionic. Dalam keadaan normal membrane sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida. Akibatnya konsentrasi kalium dalam sel neuron sangat tinggi dan konsentrasi natrium rendah, sedangkan diluar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena terdapat perbedaan potensial membrane yang disebut potensial membrane dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membrane ini diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membrane ini dapat diubah oleh :
1. Perubahan konsentrasi ion diruang ekstraseluler
2. Rangsangan yang datangnya mendadak, misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya
3. Perubahan patofisiologi dari membrane sendiri karena penyakit atau keturunan.
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1C akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10-15% dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa hanya 15%. Oleh karena itu, kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membrane sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium dan natrium melalui mambran tersebut dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun membrane sel sekitarnya dengan bantuan bahan yang disebut “neurotransmitter” dan terjadi kejang. Kejang demam lebih sering terjadi pada anak dengan ambang kejang yang rendah sehingga dalam penanggulannya perlu memperhatiakan pada tingkat suhu berapa pasien menderita kejang. Kejang yang singkat tidak berbahaya dan tidak meninggalkan sisa tetapi kejang yang lama (lebih dari 15 menit) biasanya terjadi apneu, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh meabolisme anaerob, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin meningkat yang disebabkab makin meningkanya aktivitas otot, dan selanjutnya menyebabkan metabolisme otak meningkat. Rangkaian kejadian diatas adalah factor penyebab hingga terjadinya kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama. Factor terpenting adalah gangguan peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga meningkatkan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada daerah medial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama dapat menjadi “matang” dikemudian hari sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan. Karena itu kejang lama dapat menyebabkan kelainan anatomis diotak hingga terjadi epilepsi.
E.     MANIFESTASI KLINIK
Ada 2 bentuk kejang demam, yaitu :
1. Kejang demam sementara
· Umur antara 6 bulan – 4 tahun
· Lama kejang <15 menit
· Kejang bersifat umum
· Kejang terjadi dalam waktu 16 jam setelah timbulnya demam
· Tidak ada kelainan neurologis, baik klinis maupun laboratorium
· Eeg normal 1 minggu setelah bangkitan kejang
2. Kejang demam komplikata
· Diluar kriteria tersebut diatas




F.     KOMPLIKASI DARI KEJANG DEMAM
1. Hipoksia
            kondisi simtoma kekurangan oksigen pada jaringan tubuh yang terjadi akibat pengaruh perbedaan ketinggian. Pada kasus yang fatal dapat berakibat koma, bahkan sampai dengan kematian. Namun, bila sudah beberapa waktu, tubuh akan segera dan berangsur-angsur kondisi tubuh normal kembali.


2. Hiperpireksia
suhu tubuh lebih daripada 41,1oC atau 106oF. Kenaikan suhu di atas 41,1oC sebenarnya jarang terjadi, oleh karena adanya set point pengatur suhu yang diatur oleh hipotalamus di otak.
3. Asidosis
suatu keadaan pada saat darah terlalu banyak mengandung asam (atau terlalu sedikit mengandung basa) dan sering menyebabkan menurunnya pH darah.
4. Renjatan atau sembab otak
sindroma klinis akibat kegagalan sirkulasi dalam memenuhi kebutuhan oksigen dan nutrisi jaringan baik pasokan maupun penggunaannya dalam metabolisme seluler.

G.    FASE – FASE KEJANG DEMAM
1. Fase prodromal
Perubahan alam perasaan atau tingkah laku yang mungkin mengawali kejang beberapa jam/ hari
2. Fase iktal
Merupakan aktivitas kejang yag biasanya terjadi gangguan muskulosketal.
3. Fase postiktal
Periode waktu dari kekacauan mental atau somnolen, peka rangsang yang terjadi setelah kejang tersebut.
4. Fase aura
Merupakan awal dari munculnya aktivitas kejang, yang biasanya berupa gangguan penglihatan dan pendengaran.


H.    PENATALAKSANAAN MEDIK
1. Pemberian diazepam
· dosis awal : 0,3 – 0,5 mg/ kg bb/ dosis iv (perlahan )
· bila kejang belum berhenti dapat diulang dengan dosisi ulangan setelah 20 menit
2. Turunkan demam
· anti piretik : para setamol atau salisilat 10 mg/ kg bb/ dosis
· kompres air biasa
3. Penanganan suportif
· bebaskan jalan nafas
· beri zat asam
· jaga keseimbangan cairan dan elektrolit
· pertahankan tekanan darah

I.       PENCEGAHAN KEJANG DEMAM
1. Pencegahan berkala (intermitten) untuk kejang demam sederhana. Beri diazepam dan anti piretika pada penyakit yang disetai demam.
2. Pencegahan kontinu untuk kejang komplikata
· fenobarbital : 5 – 7 mg/ kg BB/ 24 jam dibagi 3 dosis
· fenotoin : 2- 8 mg/ kg BB/ 24 jam 2 – 3 dosis
· klonazepam : indikasi khusus
3. Diberikan sampai 2 tahun bebas kejang atau sampai umur 6 tahun

J.      PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Elektrolit : tidak seimbang dapat berpengaruh pada aktivitas kejang
2. Glukosa : hipoglikemia dapat menjadi presipitasi (pencetus) kejang.
3. Ureum/ kreatinin : dapat maningkatkan resiko timbulnya aktivitas kejang
4. Kadar obat dalam serum : untuk membuktikan batas obat anti konvulsi yang terapeutik.
5. Elektroensepalogram (eeg) : dapat melokalisir daerah serebral yang tidak berfungsi dengan baik, mengukur aktivitas otak.


K.    PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Darah cengkop : Glukosa, serum elektrolit, serum kreatinis.
2. Fondostopi
3. Transkeminasi kepala
4. Punksi lumbol→ terutama pada anak usia < 1 tahun
5. EEG < flektro enchepholo grophy >


L.     PENEGAKAN DIAGNOSA
Diagnosa dapat ditegakan berdasarkan atas :
1. Anemnesa
− Menanyakan keluhan yang dirasakan
− Riwayat kesehatan keluarga
− Riwayat kesehatan dahulu
2. Gejala klinis
3. Pemeriksaan laboratorium

M.   DIAGNOSA BANDING
1. Meningitis
2. Ensepholitis
3. Subdural empyemo

N.     PENATALAKSANAAN
1. Fase akut
− Pada waktu tegang pasien dimiringkan untuk mencegah ospirasi ludah atau muntahan, jalan nafas harus bebas, perhatikan kesadaran, tensi, nadi, suhu dan fungsi jantung.
− Obat-obatan yang diberikan
• Diazapan 0,3 – 0,5 mg/kg BB. IV
• Asam volproat 15 – 40 mg/kg BB/hari
• Antiperetik kompres alkohol
− Pengobatan penyebab
− Pengobatan soportif
• Keseimbangan cairan dan elektrolit
• Bebaskan jalan nafas
• O2 dan sebagainya

2. Terapi pencegahan
1. Kejang demam sederhana
Diberikan penegahan intermitten dalam arti memberikan anti konvuison, bila timbul panas pada pasien yang pernah mengalami kejang demam digonotan dpozepom parenteral 0,3 – 0,5 mg/kg BB/8 20m bila suhu tubuh > 38,5oC.

2. Kejang demam komplikata
Diberikan pencegahan terus menerus dengan pemberian antikonvulson setiap hari selama 2-3 bebas kejang sampai melampaui batas peka kejang demam max 5 tahun. Pencegahan diberikan bila:
− Kejang >15 menit
− Diikuti kelainan neurologik
− Adanya riwayat kejang tanpa panas pada keluarga.
− Adanya perkembangan neurologik yang abnormal sebelum kejang demam yang pertama
− Kejang demam pada anak usia < 1tahun
− Bila ada kelainan EEG

O.    KOMPLIKASI
1. Epilepsi
2. kelumpuhan anggota badan
3. ganguan mental dan belajar
4. perpindahan panas sel konduksi
5. aktifitas berlebih dapat meningkatkan panas dan metabolisme tubuh.
6. merupakan peran interdependen perawat

ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
Yang paling penting peran perawat selama pasien kejang adalah observasi kejangnya dan gambarkan kejadiannya. Setiap episode kejang mempunyai karakteristik yang berbeda misal adanya halusinasi (aura ), motor efek seperti pergerakan bola mata , kontraksi otot lateral harus didokumentasikan termasuk waktu kejang dimulai dan lamanya kejang.
Riwayat penyakit juga memegang peranan penting untuk mengidentifikasi faktor pencetus kejang untuk pengobservasian sehingga bisa meminimalkan kerusakan yang ditimbulkan oleh kejang.
1. Aktivitas / istirahat : keletihan, kelemahan umum, perubahan tonus / kekuatan otot. Gerakan involunter
2. Sirkulasi : peningkatan nadi, sianosis, tanda vital tidak normal atau depresi dengan penurunan nadi dan pernafasan
3. Integritas ego : stressor eksternal / internal yang berhubungan dengan keadaan dan atau penanganan, peka rangsangan.
4. Eliminasi : inkontinensia episodik, peningkatan tekanan kandung kemih dan tonus spinkter
5. Makanan / cairan : sensitivitas terhadap makanan, mual dan muntah yang berhubungan dengan aktivitas kejang, kerusakan jaringan lunak / gigi
6. Neurosensor : aktivitas kejang berulang, riwayat truma kepala dan infeksi serebra
7. Riwayat jatuh / trauma

2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
1. Resiko tinggi trauma / cidera b/d kelemahan, perubahan kesadaran, kehilangan koordinasi otot.
2. Resiko tinggi terhadap inefektifnya bersihan jalan nafas b/d kerusakan neoromuskular
3. Resiko kejang berulang b/d peningkatan suhu tubuh
4. Kerusakan mobilitas fisik b/d kerusakan persepsi, penurunan kekuatan
5. Kurang pengetahuan keluarga b/d kurangnya informasi


3. INTERVENSI
Diagnosa 1
Resiko tinggi trauma / cidera b/d kelemahan, perubahan kesadaran, kehilangan koordinasi otot.
Tujuan
Cidera / trauma tidak terjadi
Kriteria hasil
Faktor penyebab diketahui, mempertahankan aturan pengobatan, meningkatkan keamanan lingkungan
Intervensi
a.       Kaji dengan keluarga berbagai stimulus pencetus kejang.
b.      Observasi keadaan umum, sebelum, selama, dan sesudah kejang.
c.       Catat tipe dari aktivitas kejang dan beberapa kali terjadi.
d.      Lakukan penilaian neurology, tanda-tanda vital setelah kejang.
e.       Lindungi klien dari trauma atau kejang.
f.       Berikan kenyamanan bagi klien.
g.      Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi anti compulsan
Diagnosa 2
Resiko tinggi terhadap inefektifnya bersihan jalan nafas b/d kerusakan neuromuskular
Tujuan
Inefektifnya bersihan jalan napas tidak terjadi
Kriteria hasil
Jalan napas bersih dari sumbatan, suara napas vesikuler, sekresi mukosa tidak ada, RR dalam batas normal
Intervensi
a.       Observasi tanda-tanda vital, atur posisi tidur klien fowler atau semi fowler.
b.      Lakukan penghisapan lendir, kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi
Diagnosa 3
Resiko kejang berulang b/d peningkatan suhu tubuh
Tujuan
Aktivitas kejang tidak berulang
Kriteria hasil
Kejang dapat dikontrol, suhu tubuh kembali normal
Intervensi
a.       Kaji factor pencetus kejang.
b.      Libatkan keluarga dalam pemberian tindakan pada klien.
c.       Observasi tanda-tanda vital.
d.      Lindungi anak dari trauma.
e.       Berikan kompres dingin pda daerah dahi dan ketiak.
Diagnosa 4
Kerusakan mobilitas fisik b/d kerusakan persepsi, penurunan kekuatan
Tujuan
Kerusakan mobilisasi fisik teratasi
Kriteria hasil
Mobilisasi fisik klien aktif , kejang tidak ada, kebutuhan klien teratasi
Intervensi
a.       Kaji tingkat mobilisasi klien.
b.      Kaji tingkat kerusakan mobilsasi klien.
c.       Bantu klien dalam pemenuhan kebutuhan.
d.      Latih klien dalam mobilisasi sesuai kemampuan klien.
e.       Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan klien.
Diagnosa 5
Kurang pengetahuan keluarga b/d kurangnya informasi
Tujuan
Pengetahuan keluarga meningkat
Kriteria hasil
Keluarga mengerti dengan proses penyakit kejang demam, keluarga klien tidak bertanya lagi tentang penyakit, perawatan dan kondisi klien.
Intervensi
a.       Kaji tingkat pendidikan keluarga klien.
b.      Kaji tingkat pengetahuan keluarga klien.
c.       Jelaskan pada keluarga klien tentang penyakit kejang demam melalui penkes.
Beri kesempatan pada keluarga untuk menanyakan hal yang belum dimengerti.

2 komentar:

  1. bung rasionalnya belum ada bung !!!!!!!!!!!!
    daftar pustaka anda juga belum ada

    BalasHapus