Selasa, 24 Mei 2011

ASUHAN KEPERAWATAN ATRESI ANI / ANUS IMPERFORATE

1.   Pengertian
Atresia Ani adalah yang dikenal sebagai anus imperforate merupakan kelainan kongenital anus dimana anus tidak mempunyai lubang untuk mengeluarkan feces karena terjadi gangguan pemisahan kloaka yang terjadi saat kehamilan.






Bentuk-bentuk kelainan atresia ani
ü  Lubang anus sempit atau salah letak di depan tempat semestinya.
ü  Terdapat selaput pada saat pembukaan anus sehingga mengganggu proses pengeluaran feses.
ü  Rektum (saluran akhir usus besar) tidak terhubung dengan lubang anus.
ü  Rektum terhubung dengan saluran kemih (kencing) atau sistem reproduksi melalui fistula (lubang), dan tidak terdapat pembukaan anus.
2.   Klasifikasi
Secara fungsional, atresia ani dapat dibagi menjadi 2 kelompok besar yaitu :
v  Yang tanpa anus tetapi dengan dekompresi adequate traktus gastrointestinalis dicapai melalui saluran fistula eksterna.
Kelompok ini terutma melibatkan bayi perempuan dengan fistula rectovagina atau rectofourchette yang relatif besar, dimana fistula ini sering dengan bantuan dilatasi, maka bisa didapatkan dekompresi usus yang adequate sementara waktu.
v  Yang tanpa anus dan tanpa fistula traktus yang tidak adequate untuk jalam keluar tinja.
Pada kelompok ini tidak ada mekanisme apapun untuk menghasilkan dekompresi spontan kolon, memerlukan beberapa bentuk intervensi bedah segera. Pasien bisa diklasifikasikan lebih lanjut menjadi 3 sub kelompok anatomi yaitu :
1.      Anomali rendah
Rectum mempunyai jalur desenden normal melalui otot puborectalis, terdapat sfingter internal dan eksternal yang berkembang baik dengan fungsi normal dan tidak terdapat hubungan dengan saluran genitourinarius.
2.      Anomali intermediet
Rectum berada pada atau di bawah tingkat otot puborectalis; lesung anal dan sfingter eksternal berada pada posisi yang normal.
3.      Anomali tinggi
Ujung rectum di atas otot puborectalis dan sfingter internal tidak ada. Hal ini biasanya berhungan dengan fistuls genitourinarius – retrouretral (pria) atau rectovagina (perempuan). Jarak antara ujung buntu rectum sampai kulit perineum lebih dari 1 cm.

3.   Anatomi fisiologi REktum dan anus
Rektum (Bahasa Latin: regere, "meluruskan, mengatur") adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara feses. Biasanya rektum ini kosong karena tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika kolon desendens penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul keinginan untuk buang air besar (BAB). Mengembangnya dinding rektum karena penumpukan material di dalam rektum akan memicu sistem saraf yang menimbulkan keinginan untuk melakukan defekasi. Jika defekasi tidak terjadi, sering kali material akan dikembalikan ke usus besar, di mana penyerapan air akan kembali dilakukan. Jika defekasi tidak terjadi untuk periode yang lama, konstipasi dan pengerasan feses akan terjadi.
Orang dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan keinginan ini, tetapi bayi dan anak yang lebih muda mengalami kekurangan dalam pengendalian otot yang penting untuk menunda BAB.
Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan limbah keluar dari tubuh. Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagian lannya dari usus. Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh otot sphinkter. Feses dibuang dari tubuh melalui proses defekasi (buang air besar - BAB), yang merupakan fungsi utama anus.

4.   Etiologi

Ø  Kegagalan pada fase embrio yang penyebab belum diketahui
Ø  Faktor Herediter
Ø  Abnormal kromosom, mutasi gen dan teratogen
Ø  Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan daerah dubur sehingga bayi lahir tanpa lubang dubur
Ø  Kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia 12 minggu/3 bulan
Ø  Adanya gangguan atau berhentinya perkembangan embriologik didaerah usus, rektum bagian distal serta traktus urogenitalis, yang terjadi antara minggu keempat sampai keenam usia kehamilan.
Ø  Gangguan pertumbuhan, fusi, dan pembentukan anus dari tonjolan embriogenik









5.   Patofisiologi
atresia-ani1
atresia-ani2Anus dan rectum berkembang dari embrionik bagian belakang. Ujung ekor dari bagian belakang berkembang menjadi kloaka yang merupakan bakal genitoury dan struktur anorektal. Terjadi stenosis anal karena adanya penyempitan pada kanal anorektal. Terjadi atresia anal karena tidak ada kelengkapan migrasi dan perkembangan struktur kolon antara 7 dan 10 mingggu dalam perkembangan fetal. Kegagalan migrasi dapat juga karena kegagalan dalam agenesis sacral dan abnormalitas pada uretra dan vagina. Tidak ada pembukaan usus besar yang keluar anus menyebabkan fecal tidak dapat dikeluarkan sehungga intestinal mengalami obstruksi.

6.   Tanda dan gejala
·         Perut kembung
·         Muntah (cairan muntahan berwarna hijau karena cairan empedu atau berwarna hitam kehijauan ). Bayi muntah–muntah pada usia 24–48 jam setelah lahir.
·         Tidak ada atau tampak kelainan anus
·         Bayi cepat kembung antara 4-8 jam setelah lahir
·         Tidak ditemukan anus, kemungkinan ada fistula
·         Bila ada fistula pada perineum(mekoneum +) kemungkinan letak rendah
·         Kegagalan lewatnya mekonium setelah bayi lahir, tidak ada atau stenosis kanal rectal, adanya membran anal (Suriadi,2001).
·         Bayi tidak dapat buang air besar sampai 24 jam setelah lahir, gangguan intestinal, pembesaran abdomen, pembuluh darah di kulir abdomen akan terlihat menonjol (Adele,1996)
7.   Test diagnostik
1.      Pemeriksaan radiologis
Dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya obstruksi intestinal.
2.      Sinar X terhadap abdomen
Dilakukan untuk menentukan kejelasan keseluruhan bowel dan untuk mengetahui jarak pemanjangan kantung rectum dari sfingternya.
3.      Ultrasound terhadap abdomen
Digunakan untuk melihat fungsi organ internal terutama dalam system pencernaan dan mencari adanya faktor reversible seperti obstruksi oleh karena massa tumor.
4.       CT Scan
Digunakan untuk menentukan lesi.
5.      Pyelografi intra vena
Digunakan untuk menilai pelviokalises dan ureter.
6.      Pemeriksaan fisik rectum
Kepatenan rectal dapat dilakukan colok dubur dengan menggunakan selang atau jari.
7.      Rontgenogram abdomen dan pelvis
Juga bisa digunakan untuk mengkonfirmasi adanya fistula yang berhubungan dengan traktus urinarius.
8.      Pewarnaan radiopak dimasukkan kedalam traktus urinarius, misalnya suatu sistouretrogram mikturasi akan memperlihatkan hubungan rektourinarius dan kelainan urinarius.
9.      Pemeriksaan urin, perlu dilakukan untuk mengetahui apakah terdapat mekonium.

8.   Komplikasi

o   Asidosis hiperkloremia
o   Infeksi saluran kemih yang berkepanjangan
o   Eversi mukosa anal
o   Stenosis (akibat kontraksi jaringan parut dari anastomosis)
o   Masalah atau kelambatan yang baerhubungan dengan toilet training
o   Inkontinensia (akibat stenosis anal atau impaksi)
o   Prolaps mukosa anorektal (menyebabkan inkontinensia dan rembesan persisten)
o   Fistula kambuhan (karena tegangan di area pembedahan dan infeksi).

9.     penanganan
Penanganan secara preventif antara lain:
1. Kepada ibu hamil hingga kandungan menginjak usia tiga bulan untuk berhati-hati terhadap obat-obatan, makanan awetan dan alkohol yang dapat menyebabkan atresia ani.
2. Memeriksa lubang dubur bayi saat baru lahir karena jiwanya terancam jika sampai tiga hari tidak diketahui mengidap atresia ani karena hal ini dapat berdampak feses atau tinja akan tertimbun hingga mendesak paru-parunya.
3. Pengaturan diet yang baik dan pemberian laktulosa untuk menghindari konstipasi.
10.                Penatalaksanaan
1.   Medis
ü  Malformasi anorektal dieksplorasi melalui tindakan bedah yang disebut diseksi posterosagital atau plastik anorektal posterosagital.
ü  Colostomi sementara
Kolostomi (pembuatan lubang anus di bagian perut)
ü  Dilatasi Anal (pelebaran lubang anus)
ü  Eksisi membran anal (pelepasan selaput anus)
ü  Anoplasty (perbaikan organ anus)
PENGOBATAN
Terapi pembedahan pada bayi baru lahir bervariasi sesuai dengan keparahan defek. Semakin tinggi lesi, semakin rumit prosedur pengobatannya. Untuk anomaly tinggi, dilakukan kolostomi beberapa hari setelah lahir. Bedah definitifnya, yaitu anoplasti perineal (prosedur penarikan perineum abdominal), umumnya ditunda 9-12 bulan.
Penundaan ini dimaksudkan untuk memberi waktu pada pelvis untuk membesar dan pada otot-otot untuk berkembang. Tindakan ini juga memungkinkan bayi untuk menambah berat badannya dan bertambah baik status nutrisinya. Lesi rendah diatasi dengan menarik kantong rectal melalui sfingter sampai lubang pada kulit ananl. Fistula, bila ada harus ditutup.
Defek membranosa hanya memerlukan tindakan pembedahan yang minimal. Membran tersebut dilubangi dengan hemostat atau scalpel.
Pada kebanyakan kasus, pengobatan malformasi anorektal memerlukan dua tahap tindakan pembedahan. Untuk defek ringan sampai sedang, prognosisnya baik. Defeknya dapat diperbaiki, peristalsis dan kontinensia normal juga dapat diperolah. Defek yang lebih berat umumnya disertai anomaly lain, dan hal tersebut akan menambah masalah pada hasil tindakan pembedahan. Anus imperforata biasanya memerlukan operasi sedang untuk membuka pasase feses.
Tergantung pada beratnya imperforate, salah satu tindakan adalah anoplasti perineal atau colostomy : prosedur operasi termasuk menghubungkan bagian atas colon dengan dinding anterior abdomen, pasien ditinggalkan dengan lubang abdomen disebut stoma. Lubang ini dibentuk dari ujung usus besar melalui insisi dan sutura ke kulit.
Setelah colostomy, feses dibuang dari tubuh pasien melalui stoma, dan terkumpul dalam kantong yang melekat pada abdomen yang diganti bila perlu. Pengobatan pada anus malformasi anorektal juga dapat dilakukan dengan jalan operasi PSARP (Posterio Sagital Anorectoplasy). Teknik ini punya akurasi tinggi untuk membuka lipatan bokong pasien.
Teknik ini merupakan ganti dari teknik lama yaitu Abdomino Perineal Poli Through (APPT). Teknik lama ini mempunyai resiko gagl tinggi karena harus membuka dinding abdomen.
Anorectal 1Anorectal 2Anorectal 3


2.   Keperawatan
ü  Toilet Training
Dimulai pada usia 2-3 tahun. Menggunakan strategi yang sama dengan anak normal.
ü  Bowel Management
ü  Menjaga kebersihan kantung kolostomi, meliputi enema/irigasi kolon satu kali sehari untuk membersihkan kolon.
ü  Diet makanan termasuk pengaturan asupan laktasi (ASI)






















Asuhan keperawatan
Pengkajian
Diperlukan pengkajian yang cermat dan teliti untuk mengetahui masalah pasien dengan tepat, sebab pengkajian merupakan awal dari proses keperawatan. Dan keberhasilan proses keperawatan tergantung dari pengkajian. Konsep teori yang difunakan penulis adalah model konseptual keperawatan dari Gordon. Menurut Gordon data dapat dikelompokkan menjadi 11 konsep yang meliputi :
1.      Persepsi Kesehatan – Pola Manajemen Kesehatan
Mengkaji kemampuan pasien dan keluarga melanjutkan perawatan di rumah.
2.      Pola nutrisi – Metabolik
Anoreksia, penurunan BB dan malnutrisi umu terjadi pada pasien dengan atresia ani post kolostomi. Keinginan pasien untuk makan mungkin terganggu oleh mual dan munta dampak dari anestesi.
3.      Pola Eliminasi
Dengan pengeluaran melalui saluran kencing, usus, kulit dan paru maka tubuh dibersihkan dari bahan - bahan yang melebihi kebutuhan dan dari produk buangan. Oleh karena pada atresia ani tidak terdapatnya lubang pada anus, sehingga pasien akan mengalami kesulitan dalam defekasi (Whaley & Wong,1996).
4.      Pola Aktivitas dan Latihan
Pola latihan dan aktivitas dipertahankan untuk menhindari kelemahan otot.
5.      Pola Persepsi Kognitif
Menjelaskan tentang fungsi penglihatan, pendengaran, penciuman, daya ingatan masa lalu dan ketanggapan dalam menjawab pertanyaan.
6.      Pola Tidur dan Istirahat
Pada pasien mungkin pola istirahat dan tidur terganggu karena nyeri pada luka inisisi.
7.      Konsep Diri dan Persepsi Diri
Menjelaskan konsep diri dan persepsi diri misalnya body image, body comfort. Terjadi perilaku distraksi, gelisah, penolakan karena dampak luka jahitan operasi (Doenges,1993).
8.      Peran dan Pola Hubungan
Bertujuan untuk mengetahui peran dan hubungan sebelum dan sesudah sakit. Perubahan pola biasa dalam tanggungjawab atau perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran (Doenges,1993).

9.      Pola Reproduktif dan Sexual
Pola ini bertujuan menjelaskan fungsi sosial sebagi alat reproduksi (Doenges,1993).
10.  Pola Pertahanan Diri, Stress dan Toleransi
Adanya faktor stress lama, efek hospitalisasi, masalah keuangan, rumah (Doenges,1993).
11.  Pola Keyakinan dan Nilai
Untuk menerangkan sikap, keyakinan klien dalam melaksanakan agama yang dipeluk dan konsekuensinya dalam keseharian. Dengan ini diharapkan perawat dalam memberikan motivasi dan pendekatan terhadap klien dalam upaya pelaksanaan ibadah (Mediana,1998).
12.  Pemeriksaan Fisik
Hasil pemeriksaan fisik yang didapatkan pada pasien atresia ani adalah anus tampak merah, usus melebar, kadang – kadang tampak ileus obstruksi, termometer yang dimasukkan melalui anus tertahan oleh jaringan, pada auskultasi terdengan hiperperistaltik, tanpa mekonium dalam 24 jam setelah bayi lahir, tinja dalam urin dan vagina (Whaley & Wong,1996).

Diagnosa Keperawatan

  • Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan. intake tidak adekuat
  • Nyeri berhubungan dengan distensi abdomen
  • Konstipasi berhubungan dengan gangguan pasase feses, feses lama dalam kolon dan rectum
  • Distres pernafasan berhubungan dengan distensi abdomen
  • Gangguan integritas kulit berhubungan dengan colostomy
  • Gangguan citra tubuh berhubungan dengan adanya kolostomi
  • Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurang sumber informasi

Intervensi Keperawatan

  1. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake tidak adekuat
    • Tujuan : Mempertahankan Berat Badan stabil / menunjukkan kemajuan peningkatan Berat Badan mencapai tujuan dengan nilai laboratorium normal
    • Intervensi :
      • Pertahankan potensi selang Naso-gastrik. Jangan mengembalikan posisi selang bila terjadi perubahan posisi.
        Rasional: Memberikan istirahat pada traktus GI. Selama fase pasca operasi akut sampai kembali berfungsi normal
      • Berikan perawatan oral secara teratur
        Rasional: Mencegah ketidaknyamanan karena mulut kering dan bibir pecah
      • Kolaborasi pemberian cairan IV,
        Rasional: Memenuhi kebutuhan nutrisi sampai masukan oral dapat dimulai
      • Awasi pemeriksaan laboratorium. Misalnya Hb / Ht dan elektrolit.
        Rasional: Indikator kebutuhan cairan / nutrisi dan keaktifan terapi dan terjadinya konstipasi.
  2. Nyeri berhubungan dengan distensi abdomen
    • Tujuan :
      • Menyatakan nyeri hilang
      • Menunjukkan rileks, mampu tidur, dan istirahat dengan tepat
    • Intervensi:
      • Catat keluhan nyeri, durasi, dan intensitasn nyeri
        Rasional: Membantu mendiagnosa etiologi perdarahan dan terjadinya komplikasi
      • Catat petunjuk nonverbal. Mis: gelisah, menolak untuk bergerak
        Rasional: Bahasa tubuh / petunjuk non verbal dapat secara prikologis dan fisiologis dapat digunakan sebagai petunjuk untuk mengidentifikasi masalah
      • Kaji faktor-faktor yang dapat meningkatkan / menghilangkan nyeri
        Rasional: Menunjukkan faktor pencetus dan pemberat dan mengidentifikasi terjadinya komplikasi
      • Berikan tindakan nyaman, seperti pijat penggung, ubah posisi dan
        Rasional: Meningkatkan relaksasi, memfokuskan perhatian, dan meningkatkan koping
      • Kolaborasi pemberian analgetik
        Rasional: Memudahkan istirahat dan menurunkan rasa sakit

  1. Konstipasi berhubungan dengan. gangguan pasase feses, feses lama dalam kolon dan rectum
    • Tujuan :
      • Menormalkan fungsi usus
      • Mengeluarkan feses melalui anus
    • Intervensi:
      • Kaji fungsi usus dan karakteristik tinja
        Rasional: Memperoleh informasi tentang kondisi usus
      • Catat adanya distensi abdomen dan auskultasi peristaltik usus
        Rasional: Distensi dan hilangnya peristaltic usus menunjukkan fungsi defekasi hilang
      • Berikan enema jika diperlukan
        Rasional: Mungkin perlu untuk menghilangkan distensi
  2. Distres pernafasan berhubungan dengan distensi abdomen
    • Tujuan: Pola nafas efektif, tidak ada gangguan pernafasan
    • Intervensi:
      • Observasi frekuensi / kedalaman pernafasan
        Rasional: Nafas dangkal, distress pernafasan, menahan nafas, dapat menyebabkan hipoventilasi
      • Dorong latihan napas dalam
        Rasional: Meningkatkan ekspansi paru maksimal dan alat pembersihan jalan napas, sehingga menurunkan resikoatelektasis
      • Berikan oksigen tambahan
        Rasional: memaksimalkan sediaan O2 untuk pertukaran dan peningkatan kerja nafas
      • Tinggikan kepala tempat tidur 300
        Rasional: Mendorong pengembangan diafragma / ekspansi paru optimal dan meminimalkan isi abdomen pada rongga thorax
  3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan colostomy
    • Tujuan : Meningkatkan penyembuhan luka tepat waktu dan bebas tanda infeksi
    • Intervensi:
      • Observasi luka, catat karakteristik drainase
        Rasional: Perdarahan pasca operasi paling sering terjadi selama 48 jam pertama, dimana infeksi dapat terjadi kapan saja
      • Ganti balutan sesuai kebutuhan, gunakan teknik aseptik
        Rasional: Sejumlah besar drainase serosa menuntut pergantian dengan sering untuk menurunkan iritasi kulit dan potensial infeksi
      • Irigasi luka sesuai indikasi, gunakan cairan garam faali
        Rasional: Diperlukan untuk mengobati inflamasi infeksi praap / post op
  4. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan adanya kolostomi
    • Tujuan:
      • Menyatakan penerimaan diri sesuai situasi
      • Menerima perubahan kedalam konsep diri
    • Intervensi:
      • Dorong pasien/orang terdekat untuk mengungkapkan perasaannya
        Rasional: Membantu pasien untuk menyadari perasaannya yang tidak biasa
      • Catat perilaku menarik diri. Peningkatan ketergantungan
        Rasional: Dugaan masalah pada penilaian yang dapat memerlukan evaluasi lanjut dan terapi lebih kuat
      • Gunakan kesempatan pada pasien untuk menerima stoma dan berpartisipasi dan perawatan
        Rasional: Ketergantungan pada perawatan diri membantu untuk memperbaiki kepercayaan diri
      • Berikan kesempatan pada anak dan orang terdekat untuk memandang stoma
        Rasional: Membantu dalam menerima kenyataan
      • Jadwalkan aktivitas perawatan pada pasien
        Rasional: Meningkatkan kontrol dan harga diri
      • Pertahankan pendekatan positif selama tindakan perawatan
        Rasional: Membantu pasien menerima kondisinya dan perubahan pada tubuhnya
  5. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurang sumber informasi
    • Tujuan : Mengungkapkan pemahaman tentang kondisi / proses penyakit, tindakan dan prognosis
    • Intervensi:
      • Tentukan persepsi anak tentang penyakit
        Rasional: Membuat pengetahuan dasar dan memberikan kesadaran kebutuhan belajar individu
      • Kaji ulang obat, tujuan, frekuensi, dosis
        Rasional: Meningkatkan pemahaman dan kerjasama
      • Tekankan pentingnya perawatan kulit pada orang tua
        Rasional: Menurunkan penyebaran bakteri

Tidak ada komentar:

Posting Komentar