Selasa, 24 Mei 2011

ASUHAN KEPERAWATAN SISTEMIC LUPUS ERITEMATOSUS ( S L E )

A.    Anatomi fisiologi

Darah manusia adalah cairan jaringan tubuh. Fungsi utamanya adalah mengangkut oksigen yang diperlukan oleh sel-sel di seluruh tubuh. Darah juga menyuplai jaringan tubuh dengan nutrisi, mengangkut zat-zat sisa metabolisme, dan mengandung berbagai bahan penyusun sistem imun yang bertujuan mempertahankan tubuh dari berbagai penyakit. Hormon-hormon dari system endokrin juga diedarkan melalui darah.. Darah manusia berwarna merah, antara merah terang apabila kaya oksigen sampai merah tua apabila kekurangan oksigen. Warna merah pada darah disebabkan oleh hemoglobin, protein pernapasan (respiratory protein) yang mengandung besi dalam bentuk heme, yang merupakan tempat terikatnya molekul-molekul oksigen.
Manusia memiliki sistem peredaran darah tertutup yang berarti darah mengalir dalam pembuluh darah dan disirkulasikan oleh jantung. Darah dipompa oleh jantung menuju paru-paru untuk melepaskan sisa metabolisme berupa karbon dioksida dan menyerap oksigen melalui pembuluh arteri pulmonalis, lalu dibawa kembali ke jantung melalui vena pulmonalis. Setelah itu darah dikirimkan ke seluruh tubuh oleh saluran pembuluh darah aorta. Darah mengedarkan oksigen ke seluruh tubuh melalui saluran halus darah yang disebut pembuluh kapiler. Darah kemudian kembali ke jantung melalui pembuluh darah vena cava superior dan vena cava inferior.
Darah juga mengangkut bahan bahan sisa metabolisme, obat-obatan dan bahan kimia asing ke hati untuk diuraikan dan ke ginjal untuk dibuang sebagai air seni.

B.     Pengertian

SLE (Sistemisc lupus erythematosus) adalah penyakti radang multisistem yang sebabnya belum diketahui, dengan perjalanan penyakit yang mungkin akut dan fulminan atau kronik remisi dan eksaserbasi disertai oleh terdapatnya berbagai macam autoantibodi dalam tubuh.



C.    Etiologi
Hingga kini faktor yang merangsang sistem pertahanan diri untuk menjadi tidak normal belum diketahui. Ada kemungkinan faktor genetik, kuman virus, sinaran ultraviolet, dan obat-obatan tertentu memainkan peranan.
Penyakit Sistemik Lupus Erythematosus (SLE) ini lebih kerap ditemui di kalangan kaum wanita. Ini menunjukkan bahwa hormon yang terdapat pada wanita mempunyai peranan besar, walau bagaimanapun perkaitan antara Sistemik Lupus Erythematosus (SLE) dan hormon wanita saat ini masih dalam kajian. Penyakit Sistemik Lupus Erythematosus (SLE) bukanlah suatu penyakit keturunan. Walau bagaimanapun, mewarisi gabungan gen tertentu meningkatkan lagi risiko seseorang itu mengidap penyakit Sistemik Lupus Erythematosus (SLE).

D.    Klasifikasi
Ada 3 jenis penyakit Lupus yang dikenal yaitu:
1. Discoid Lupus, yang juga dikenal sebagai Cutaneus Lupus, yaitu penyakit Lupus yang menyerang kulit.
2. Systemics Lupus, penyakit Lupus yang menyerang kebanyakan system di dalam tubuh, seperti kulit, sendi, darah, paru-paru, ginjal, hati, otak, dan system saraf. Selanjutnya kita singkat dengan SLE (Systemics Lupus Erythematosus).
3. Drug-Induced, penyakit Lupus yang timbul setelah penggunaan obat tertentu. Gejala-gejalanya biasanya menghilang setelah pemakaian obat dihentikan.
Pengaruh kehamilan terhadap SLE
Eksaserbasi terjadi karena hormone estrogen meningkat selama kehamilan. Jika terjadi SLE, maka eksaserbasi meningkat 50-60%. Pada T.III eksaserbasi 50%, T.I & T.II eksaserbasi 15%, postpartum 20%.
Pengaruh SLE terhadap kehamilan
Prognosis b’dasarkan remisi sebelum hamil, jika > 6 bulan eksaserbasi 25% dengan prognosis baik, jika < 6 bulan eksaserbasi 50% dengan prognosis buruk. Abortus meningkat 2-3kali, PE/E, kelahiran prematur, lupus neonatal.

E.     Patofisiologi

Penyakit SLE terjadi akibat terganggunya regulasi kekebalan yang menyebabkan peningkatan autoantibodi yang berlebihan. Gangguan imunoregulasi ini ditimbulkan oleh kombinasi antara faktor-faktor genetik, hormonal ( sebagaimana terbukti oleh awitan penyakit yang biasanya terjadi selama usia reproduktif) dan lingkungan (cahaya matahari, luka bakar termal). Obat-obat tertentu seperti hidralazin, prokainamid, isoniazid, klorpromazin dan beberapa preparat antikonvulsan di samping makanan seperti kecambah alfalfa turut terlibat dalam penyakit SLE- akibat senyawa kimia atau obat-obatan.
Pada SLE, peningkatan produksi autoantibodi diperkirakan terjadi akibat fungsi sel T-supresor yang abnormal sehingga timbul penumpukan kompleks imun dan kerusakan jaringan. Inflamasi akan menstimulasi antigen yang selanjutnya serangsang antibodi tambahan dan siklus tersebut berulang kembali.


F.     Tanda dan gejala

Tanda atau gejala lainnya dari SLE telah dinyatakan oleh “American College of Rheumatology” yaitu 11 kriteria untuk klasifikasi SLE. Kesebelas kriteria tersebut antara lain:
·         Ruam malar
·         Ruam discoid
·         Fotosensitivitas (sensitivitas pada cahaya)
·         ulserasi (semacam luka) di mulut atau nasofaring
·         Artritis
·         Serositis (radang membran serosa), yaitu pleuritis (radang pleura) atau perikarditis (radang perikardium)
·         Kelainan ginjal, yaitu proteinuria (adanya protein pada urin) persisten >0.5 gr/hari
·         Kelainan neurologik, yaitu kejang-kejang
·         Kelainan hematologik, yaitu anemia hemolitik atau leucopenia
·         kelainan imunologik, yaitu ditemukan adanya sel LE positif atau anti DNA positif
·         adanya antibodi antinuklear.
Selain itu, gejala atau tanda lainnya yang sering ditemukan antara lain penurunan berat badan, demam, dan kelainan tulang seperti pada arthritis.

G.    Manifestasi Klinis

1.      Sistem Muskuloskeletal
Artralgia, artritis (sinovitis), pembengkakan sendi, nyeri tekan dan rasa nyeri ketika bergerak, rasa kaku pada pagi hari.
2.      Sistem integumen
Lesi akut pada kulit yang terdiri atas ruam berbentuk kupu-kupu yang melintang pangkal hidung serta pipi.
Ulkus oral dapat mengenai mukosa pipi atau palatum durum.
3.      Sistem kardiak
Perikarditis merupakan manifestasi kardiak.

4.      Sistem pernafasan
Pleuritis atau efusi pleura.
5.      Sistem vaskuler
Inflamasi pada arteriole terminalis yang menimbulkan lesi papuler, eritematous dan purpura di ujung jari kaki, tangan, siku serta permukaan ekstensor lengan bawah atau sisi lateral tangan dan berlanjut nekrosis.
6.      Sistem perkemihan
Glomerulus renal yang biasanya terkena.
7.      Sistem saraf
Spektrum gangguan sistem saraf pusat sangat luas dan mencakup seluruh bentuk penyakit neurologik, sering terjadi depresi dan psikosis.

H.    Pemeriksaan diagnostik

1.      Ana Test
2.      Anti ribosomal P
3.      Anti Kardiopilin
4.      Coombstest
5.      Pemeriksaan Darah lengkap
6.      Urinalisasi


I. Evaluasi Diagnostik

Diagnosis SLE dibuat berdasarkan pada riwayat sakit yang lengkap dan hasil pemeriksaan darah. Gejala yang klasik mencakup demam, keletihan serta penurunan berat badan dan kemungkinan pula artritis, peuritis dan perikarditis.
Pemeriksaan serum : anemia sedang hingga berat, trombositopenia, leukositosis atau leukopenia dan antibodi antinukleus yang positif. Tes imunologi diagnostik lainnya mendukung tapi tidak memastikan diagnosis.


J.      Komplikasi

1.      Vaskulitis
2.      Perikarditis
3.      Myocarditis
4.      Anemia Hemolitik
5.      Intra Vaskuler Trombosis
6.      Hypertensi
7.      Kerusakan Ginjal Permanen
8.      Gangguan Pertumbuhan



K.    Penatalaksanaan

Ø  Medis
1.      Preparat NSAID untuk mengatasi manifestasi klinis minor dan dipakai bersama kortikosteroid, secara topikal untuk kutaneus.                                                                                                         
2.      Obat antimalaria untuk gejal kutaneus, muskuloskeletal dan sistemik ringan SLE
3.      Preparat imunosupresan (pengkelat dan analog purion) untuk fungsi imun.
4.      Kortikosteroid (prednison 1-2 mg/kg/hr s/d 6 bulan postpartum) (metilprednisolon 1000 mg/24jam dengan pulse steroid th/ selama 3 hr, jika membaik dilakukan tapering off).
5.      AINS (Aspirin 80 mg/hr sampai 2 minggu sebelum TP).
6.      Imunosupresan (Azethiprine 2-3 mg/kg per oral).
7.      Siklofospamid, diberikan pada kasus yang mengancam jiwa 700-1000 mg/m luas permukaan tubuh, bersama dengan steroid selama 3 bulan setiap 3 minggu.

Ø  Keperawatan
  1. Diet
    Restriksi diet ditentukan oleh terapi yang diberikan. Sebagian besar pasien memerlukan kortikosteroid, dan saat itu diet yang diperbolehkan adalah yang mengandung cukup kalsium, rendah lemak, dan rendah garam. Pasien disarankan berhati-hati dengan suplemen makanan dan obat tradisional.
  2. Aktivitas
    Pasien lupus sebaiknya tetap beraktivitas normal. Olah raga diperlukan untuk mempertahankan densitas tulang dan berat badan normal. Tetapi tidak boleh berlebihan karena lelah dan stress sering dihubungkan dengan kekambuhan. Pasien disarankan untuk menghindari sinar matahari, bila terpaksa harus terpapar matahari harus menggunakan krim pelindung matahari (waterproof sunblock) setiap 2 jam. Lampu fluorescence juga dapat meningkatkan timbulnya lesi kulit pada pasien SL
    E.


L.     Pencegahan
  1. Hindari sinar matahari berlebihan
  2. Makan makanan yang sehat
  3. Hindari infeksi, misalnya infeksi luka tatto
  4. Bagi remaja perempuan sangat dianjurkan untuk tidak mengkonsumsi obat-obatan yang mengandung hormon estrogen.
                                                                                     
























ASUHAN KEPERAWATAN Pada PENYAKIT SLE
A.    Pengkajian
1.      Anamnesis riwayat kesehatan sekarang dan pemeriksaan fisik difokuskan pada  gejala sekarang dan gejala yang pernah dialami seperti keluhan mudah lelah, lemah, nyeri, kaku, demam/panas, anoreksia dan efek gejala tersebut terhadap gaya hidup serta citra diri pasien.
2.      Kulit, Ruam eritematous, plak eritematous pada kulit kepala, muka atau leher.
3.      Kardiovaskuler
Friction rub perikardium yang menyertai miokarditis dan efusi pleura.
Lesi eritematous papuler dan purpura yang menjadi nekrosis menunjukkan gangguan vaskuler terjadi di ujung jari tangan, siku, jari kaki dan permukaan ekstensor lengan bawah atau sisi lateral tanga.
4.      Sistem Muskuloskeletal
Pembengkakan sendi, nyeri tekan dan rasa nyeri ketika bergerak, rasa kaku pada pagi hari.
5.      Sistem integumen
Lesi akut pada kulit yang terdiri atas ruam berbentuk kupu-kupu yang melintang pangkal hidung serta pipi. Ulkus oral dapat mengenai mukosa pipi atau palatum durum.
6.      Sistem pernafasan
Pleuritis atau efusi pleura.
7.      Sistem vaskuler
Inflamasi pada arteriole terminalis yang menimbulkan lesi papuler, eritematous dan purpura di ujung jari kaki, tangan, siku serta permukaan ekstensor lengan bawah atau sisi lateral tangan dan berlanjut nekrosis.
8.      Sistem Renal
Edema dan hematuria.
9.      Sistem saraf
Sering terjadi depresi dan psikosis, juga serangan kejang-kejang, korea ataupun manifestasi SSP lainnya.


NURSING CARE PLAN
NO
DIAGNOSA KEPERAWATAN
TUJUAN DAN KRITERIA HASIL
INTERVENSI
RASIONAL
1.
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan proses penyakit
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pasien dapat menunjukkan perilaku/teknik untuk meningkatkan penyembuhan, mencegah komplikasi dengan criteria :
  • Menjaga kebersihan di daerah lesi
  • Memakai alat pelindung kulit yang dapat menyebabkan iritasi atau infeksi berulang.
1.      Kaji kulit setiap hari. Catat warna, turgor,sirkulasi dan sensasi. Gambarkan lesi dan amati perubahan.

2.      Pertahankan/instruksikan dalam hygiene kulit, mis, membasuh kemudian mengeringkannya dengan berhati-hati dan melakukan masase dengan menggunakan lotion atau krim.
3.      Gunting kuku secara teratur.


4.      Tutupi luka tekan yang terbuka dengan pembalut yang steril atau barrier protektif, mis, duoderm, sesuai petunjuk.
5.       Kolaborasi
gunakan/berikan obat-obatan topical sesuai indikasi.
1.      Menentukan garis dasar di man perubahan pada status dapat di bandingkan dan melakukan intervensi yang tepat
2.      mempertahankan kebersihan karena kulit yang kering dapat menjadi barier infeksi




3.      kuku yang panjang dan kasar meningkatkan risiko kerusakan dermal.
4.      dapat mengurangi kontaminasi bakteri, meningkatkan proses penyembuhan.

5.      digunakan pada perawatan lesi kulit

2.
Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pasien dapat :
  • mempertahankan berat badan antar 0,9-1,35 kg dari berat sebelum sakit.
  • Menunjukkan nilai laboratorium dalam batas normal (Hb meningkat)
  • Melaporkan perbaikan tingkat energy
  • Melaporkan kebersihan mulut dan timbulnya nafsu makan
1.       Kaji kemampuan untuk mengunyah, merasakan dan menelan.




2.        Berikan perawatan mulut yang terus menerus, awasi tindakan pencegahan sekresi. Hindari obat kumur yang mengandung alcohol.

3.       Jadwalkan obat-obatan di antara makan (jika memungkinkan) dan batasi pemasukan cairan dengan makanan, kecuali jika cairan memiliki nilai gizi.

4.       Dorong aktivitas fisik sebanyak mungkin.
5.       Berikan fase istirahat sebelum makan. Hindari prosedur yang melelahkan saat mendekati waktu makan.

6.        Dorong pasien untuk duduk pada waktu makan.


7.       Catat pemasukan kalori

1.       lesi mulut, tenggorok dan esophagus dapat menyebabkan disfagia, penurunan kemampuan pasien mengolah makanan dan mengurangi keinginan untuk makan.
2.      Mengurangi ketidaknyamanan yang berhubungan dengan mual/muntah, lesi oral, pengeringan mukosa dan halitosis. Mulut yang bersih meningkatkan nafsu makan.
3.      lambung yang penuh akan akan mengurangi napsu makan dan pemasukan makanan


4.      dapat meningkatkan napsu makan dan perasaan sehat.
5.      mengurangi rasa lelah; meningkatkan ketersediaan energi untuk aktivitas makan.

6.      mempermudah proses menelan dan mengurangi resiko aspirasi.

7.      mengidentifikasi kebutuhan terhadap suplemen atau alternative metode pemberian makanan.



3.
Nyeri kronik berhubungan dengan imflamasi / kerusakan jaringan.
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan pasien dapat :
  • Mengungkapkan keluhan hilangnya/berkurangnya nyeri
  • Menunjukkan posisi/ekspresi wajah rileks
  • Dapat beristirahat dan mendapatkan pola tidur yang adekuat. 
1.      Tutup luka sesegera mungkin kecuali perawatan luka bakar metode pemajanan pada udara terbuka.
2.      Pertahankan suhu lingkungan nyaman, berikan lampu penghangat, penutup tubuh hangat.
3.      Kaji keluhan nyeri. Perhatikan lokasi/karakter dan intensitas (skala 0-10).


4.      Lakukan penggantian balutan dan debridemen setelah pasien di beri obat dan/atau pada hidroterapi

5.      Dorong ekspresi perasaan tentang nyeri.

6.      Dorong penggunaan teknik manajemen stress, contoh relaksasi progresif, napas dalam, bimbingan imajinasi dan visualisasi.

7.      Berikan aktivitas terapeutik tepat untuk usia/kondisi.


1.      suhu berubah dan gerakan udara dapat menyebabkan nyeri hebat pada pemajanan ujung saraf.
2.      pengaturan suhu dapat hilang karena luka bakar mayor. Sumber panas eksternal perlu untuk mencegah menggigil..
3.       nyeri hampir selalu ada pada beberapa derajat beratnya keterlibatan jaringan/kerusakan tetapi biasanya paling berat selama penggantian balutan dan debridemen.
4.       menurunkan terjadinya distress fisik dan emosi sehubungan dengan penggantian balutan dan debridemen.


5.      pernyataan memungkinkan pengungkapan emosi dan dapat meningkatkan mekanisme koping.

6.      memfokuskan kembali perhatian, meningkatkan relaksasi dan meningkatkan rasa control, yang dapat menurunkan ketergantungan farmakologis.
7.      membantu mengurangi konsentrasi nyeri yang di alami dan memfokuskan kembali perhatian.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar